PENDIDIKAN KITA MEMBOSANKAN

Rabu, 23 April 2008

“kalo ndak sekolahko moko jadi apa(Kerja apa)”

Itu kata-kata yang sering kita dengar dari para orang tua jika mengacuhkan atau sedikit membangkang dengan system pendidikan kita yang benar nama sekolah. Sekolah bagi para pelaku sekarang hanya sekedar sebuah rutinitas belaka untuk sekedar mengugurkan kewajiban dari ortu agar kelak kita dapat menjadi orang, yang mereka maksud dengan mendapatkan pekerjaan yang layak dengan upah yang tinggi. Sekolah yang dulu hanya sekedar untuk mengisi waktu luang telah bergeser rutinitas yang membosankan. Begitu juga pendidikan yang telah mengalami proses distorsi dari penanaman nilai kualitatif (kemanusiaan) menjadi pemberiaan nilai-nilai kuantitaif(0-10 atau A-E).

Sekolah, system pendidikan, dan apapun itu namanya hanya membuat kita teralenasi. Kita menjadi bukan diri kita sendiri. Seharusnya kita yang lebih condong ke Sastra dan menyenangi seni tapi akibat kedua hal itu tidak menjanjikan secara financial maka kita lebih memilih menjadi dokter atau akuntan.

Perubahan nama instansi pendidikan dari SMP menjadi SLTP, SMA menjadi SLTA lalu SMU, dan pemberian nama Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan univesitas hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Demikian juga dengan penganti kurikulum hanya menciptakan tenaga kerja yang siap-siap dieksploitasi. Bergantinya kurikulum sekolah dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum berbasis kompentensi makin mengindikasikan bahwa system pendidikan kita hanya untuk menciptakan orang yang akan mengabdikan dirinya pada pemilik madal. Iklan-iklan yang katanya layanan masyarakat yang mengarahkan bahwa sekolah kejuruan akan menyelesaikan masalah-masalah ketenagakerjaan hari ini. Penegasan iklan itu bahwa sekolah dibuat sebagai pabrik yang akan menciptakan sebuah komoditi yang kita beri nama tenaga kerja(worker, labor, and employmend).

Penguasa yang berkedok pemerintah telah bekerjasama dengan para pemilik modal yang bertopeng mengekang kita dalam sebuah system pendidikan. Membuat peraturan yang paling kecil hingga Undang-undangnya. Kita yang masih duduk dibangku sekolah diwajibkan untuk mematuhi seluruh jam pelajaran. Hal itu agar kelak saat keluar kita selalu mematuhi jam kerja yang telah diatur oleh majikan atau bos kita.

Kurikulum kita hari jelas-jelas diarahkan oleh pasar. Pelajaran-pelajaran atau pengetahuan yang dianggap tidak relevan dengan kondisi pasar tidak akan dimasukkan ke dalam kurikulum. Saya yang merupakan mahasiswa Ekonomi yang mau belajar salah satu aliran ekonomi harus gigit jari karena itu tidak akan silabus-silabus kurikulum para dosen. Itu terjadi karena pemikiran ekonomi tersebut tidak sesuai dengan mekanisme pasar sehingga tidak dimasukkan. Kawan-kawanku pun yang belajar di social harus mengelus dada akibat tidak mendapatkan kajian social kritis. Yang lebih rancu dan lebih aneh adalah ada beberapa mata kulih atau mata pelajaran yang juga tidak dibutuhkan pasar ternyata dimasukan ke dalam kurikulum. Mata kuliah itu ditunjukan untuk tetap mempertahankan dominasi pemerintah yang malu menyebut diri mereka sebagai penguasa. Itu semua dilakukan agar simbiosis mutualisme yang dilakukan oleh pemerintah dengan para kaum borjuasi tetap dapat berjalan.

Kerjasama antara pemerintah dan pemilik modal untuk mengarahkan system pendidikan kita tidak selesai sampai pada peraturan kecil tapi sudah sampai ke Undang-undang(UU), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Pemerintah(PP), serta masih banyak peraturan lainnya yang saling melengkapi.

Yang nyata dari kerjasama itu yakni lahirnya Memorandum of Understanding(MoU) yang bernama RUU BHP. Dalam RUU BHP ini memperboleh para investor memasukan dananya ke pendidikan. Dan kita ketahui bersama bahwa para Corporasi tidak akan melakukan dengan berlandaskan pada profit oriented. Sehingga ke depannya kondisi seklah-sekolah kita dan system pendidikan akan semakin membosankan. Kita hari ini duduk di bangku sekolah bukan untuk mememitik pengetahuan tapi untuk memburu pekerjaan

Kalau kondisi ini terus terjadi dan diperparah oleh akan disahkannya RUU BHP maka “pendidikan kita akan sangat membosankan”. Kita semua akan berada pada masa yang stagnan yang mereka (pemerintah dan Investor) sebut sebagai keteraturan yang dibungkus dalam konsep yang kita kenal dengan nama peraturan.

Diinspirasi : dari diskusi dengan kawan-kawanku dan setelah membaca semua artikel dari seorang ibu rumah tangga yang diterbitkan media yang tertulis ‘Apokalips’ pada halaman pertama bagian atas. Judul artikelnya “Politik kita menjenuhkan”.