Genosida Yang Mengalahkan Rasa Kantuk

Senin, 14 Januari 2008

Hari ini tidak ada yang istimewa, sama dengan hari-hari sebelumnya. Rutinitas harian yang tak mungkin setelah mahasiswa akan lagi kurasakan. Walaupun sangat membosankan tapi akan kukenang selamanya. Menjalani kehidupan di kampus sungguh sangat membingungkan. Atau memang hanya saya yang membuat membingung. Tapi itulah yang kurasakan.
Asyik di kampus bercengkrama dengan para penghuninya membuatku sedikit kehilangan rasa bingungku. Tanpa terasa terik matahari semakin menyengat dan itu malah membuat mataku si serang rasa kantuk yang sangat. Ini akibat semalam membaca buku tentang roman cinta paling legendaris, hingga lupa waktu. Kamar salah satu kawan yang menjadi sasaran pelabuhan sementaraku. Kamar itu ku jadikan Arena pelampiasan nafsu istirahatku yang semalam terenggut oleh sebuah roman kolosal.
Pojok kamar terpampang sebuah computer, yang menarik minatku unutk melihat isi dari processor yang ditanamkan di dalam CPU. Ku dapatkan file yang berisi FILM. Dari Dokumenter sampai film Indonesia populer. Perhatianku terarah pada sebuah file tanpa nama. Lalu ku gerakan mouse untuk membukanya. Tertampang di monitor sebuah tayangan yang menurutku sangat memngerikan. File yang terbuka tersebut ternyata sebuah film documenter yang menceritakan liputan-liputan para jurnalis tentang peristiwa Genosida. Inti dari pembersih atau pemusnahan etnis atau ras tertentu. Baik itu melalui pembunuhan, menciptakan kondisi yan tidak kondusif sehingga sebuah etnis terancam punah, atau menghalangi-halangi regenarasi pada sebuah etnis. Peristiwa genosida sudah sejak zaman kuno terjadi. Tapi hingga kini malah masih sering terjadi. Kasus Genosida terakhir oleh milisi Janjaweed di Sudan yang membantai kaum kulit hitam. Peristiwa Holocaust juga merupakan bagian dari genosida. Kekejaman Slobodan Milosevic dan Pol Pot dengan Khmer Merahnya contoh lain genosida.

Di jaman modern ini telah banyak hal yang dilakukan untuk mencegah Genosida yang menjadi Pelanggaran HAM berat. Setara dengan Kejahatan terhadap kemanusian, kejahatan perang. Dan kejahatan agresi. Tapi tetap saja genosida terjadi. Pertemuan sekitar yang 120 negara yang melakukan pertemuan dan menghasilkan Statuta Roma. Sehingga terbentuk MAhkamah Pidana Internasional pun tak mampu berbuat banyak. Walaupun isi dari Stuta Roma telah diratifikasi ke dalam undang-undang di 76 negara. Termasuk Indonesia lewat Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Mungkin rasa superior dari sebuah etnis dan ras sehingga menggangap yang lain harus dihilangkan belum dapat dihilangkan dengan konstitusi tersebut. Bahkan keangkuhan dari sebuah rezim otoriter tak dapat dikendalikan oleh pasukan perdamaian.
Entah sampai kapan peristiwa genosida akan terus terjadi??? Pertanyaan tersebut masih belum saya dapatkan jawabannya.
Mungkin Genosida akan berakhir kalau kita memaknai kata-kata dari Sang Suci Gandhi “Nasionalismeku (Etnis,suku,ras, dan apapun namanya) adalah kemanusiaan”. Film documenter tersebut memberiku banyak pelajaran. Dan membuat rasa kantuk yang menyerang tak mampu menahan keinginanku untuk melihat lebih jelas peristiwa genosida…