ANAK-ANAK IBU PERTIWI

Selasa, 04 Desember 2007

Hari ini kembali saya dipecundangi oleh matahari. Sang surya lebih dulu menyapa saya. Ada kesenangan tersendiri jika dapat menyapa sang mentari terlebih dahulu. Langsung saja saya beres-beres untuk segera ke kampus. Walaupun hari ini adalah hari libur. Tetapi ada janjian dengan kawan untuk membahas tentang penerbitan kampus.

Seperti biasa saya langsung menuju ke jalan yang dilalui oleh pete-pete kampus. Di atas pete-pete telah ada 2 orang anak yang didampingi oleh ibunya masing-masing. Sungguh riang kedua anak tersebut. Kira-kira usia kedua anak tersebut sekitar 5 tahunan.

Saat pete-pete jalan kembali. Salah seorang dari anak itu berujar kepada ibunya bahwa lebih enak naik taksi. Anak berambut ikal tersebut mengatakan di sini (pete-pete) sangat panas. “ Nanti saja, pulang dari kantor mama baru kita naik taksi”, balas ibu dari anak yang berambut ikal tersebut.

Sepertinya anak yang berambut lurus terurai kayak tidak mau kalah. Dengan sedikit meregek kepada ibunya. Dia mengatakan ingin ke mall setelah kembali kantor ibunya.”Baiklah tetapi kita ajak juga Bella”, timpal ibu anak yang berambut lurus sambil melirik ke anak yang berambut ikal.

Dengan semangat kedua anak mengatakan apa yang ingin dilakukan di mall. Ada yang ingin bermain salju. Ingin makan di McD (Mcdonald). Bahkan salah satu dari mereka mengucapkan ingin ke Score. Sungguh miris rasanya mendengar seorang anak yang barangkali belum menginjak bangku sekolah sudah ingin ke tempat hiburan malam. Tambah miris lagi hati ini saat melihat ibu dari anak tersebut hanya tersenyum mendengar ucapan anaknya. Melihat tingkah laku kedua anak tersebut saya langsung teringat dengan sang keponakan. Seminggu yang lalu saat kakakku nginap di rumah. Kebetulan kakakku tinggal di rumah mertuanya. Saat itu kedua orangtuanya ingin membawanya jalan-jalan ke mall. “Ini debut pertama Salsa ke mall”, ujar bapak sang keponakan, yang juga kakak kandung saya. Dengan ceplos saya menimpali bahwa jangan sering-sering bawa anak ke mall. Bisa-bisa nanti kalau besar hanya akan jadi SPG di mall. Bukan bermaksud merendahkan tapi pekerjaan tersebut. Tapi hanya untuk menakuti-nakuti sang kakak. Maklum umur sang keponakan belum genap setahun.

Kalau mendengar kata mall saya langsung teringat ucapan beberapa senior di kampus. Salah seorang senior pernah berkata mall sekarang telah menjadi pusat gravitasi bumi. Pertama-tama saya tidak mengerti dengan ucapan sang senior. Tetapi setelah melihat bahwa manusia-manusia saat ini hanya dapat dikumpul pada suatu titik yang bernama mall.

Bahkan salah seorang senior pernah mengucapkan kepada saya. Bila kita mengelilingi mall sebanyak tujuh kali. Maka kita sudah bisa menyandang gelar “Haji mall’. Benar-benar kata-kata yang sangat ekstreme yang meluncur dari bibir seorang mahasiswa. Dia mengibaratkan bahwa mengelilingi mall itu sama dengan ritual Tawaf. Yaitu salah satu bagian dari rukun Islam yang kelima. Bahwa syarat untuk seorang muslim mendapat gelar haji jika melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali.

Karena sangat asyik mengkhayal. Saya tidak mengetahui saat seorang bocah berdiri tepat di samping pete-pete. Bocah tersebut kira-kira seusia dengan anak-anak yang berada di pete-pete. “Murah…murah…Cuma seribu”,teriak bocah tersebut sambil mengangkat-angkat koran terbitan nasional. Lalu sopir pete-pete memberikan selembar uang seribu kepada sang bocah. Dan bocah tersebut menyodorkan koran yang tadi dia angkat-angkat.

Saat melihat bocah penjual Koran itu kembali saya mengkhayal. Sungguh kontras keadaan negeri ini. Dimana beberapa anak dapat bermain dan berbelanja di mall. Seperti anak-anak yang ada di pete-pete dan sang keponakan saya. Walaupun mereka tidak sadar, orangtuanya telah menanamkan budaya konsumeristik. Di lain sisi ada seorang bocah yang rela mempertaruhkan nyawa. Berseliweran di antara kendaraan-kendaraan yang sewaktu-waktu siap menyerempet. Menjajakan koran, demi sesuap nasi untuk kelangsungan hidupnya.

Teringat dengan lirik lagu Iwan Fals. Saya ingin berteriak kepada seluruh anak-anak ibu pertiwi. Bangunlah untuk meninju congkaknya dunia. Bangkitlah untuk menghantam sombongnya dunia ini. Ingat kalian adalah harapan ibu pertiwi. Pemilik sah masa depan bangsa.